Cerpen pengalaman pribadi; Menjemput adik


 

 

 Cerpen pengalaman pribadi; Menjemput adik ke desa lubuk bandung, kecamatan payaraman, kabupaten ogan ilir, sumatera selatan


Cerita ini terjadi pada tahun 1998.

Malam itu sekitar pukul 23.00 wib, aku yg sudah terlelap tidur tiba-tiba dibangunkan oleh bapak.

"Nak, bangun! Kito nak nyemput adekmu di dusun. adekmu step". Perintah bapak

Walau masih mengantuk, akupun bergegas bangun dan siap2. Tak lupa ku selipkan sebilah pisau sekedar utk berjaga2.

Adekku ini mmg memiliki riwayat step. Jika kelewat panas dia akan kejang2. Dan ngeri melihatnya. Kalo tidak segera ditangani bisa fatal.

Itulah mengapa bapak harus menjemput adekku di dusun. Ia menghawatirkan macam2. Dan aku pun paham betul.

Aku yg saat itu masih kelas 3 Mts di Pesantren Raudhatul Ulum Sakatiga sadar betul, perjalanan dari cinta manis ke desa lubuk bandung adalah perjalanan yg lumayan jauh, melewati 3 desa, hutan, perkebunan karet, kebon tebu, sepi, tanpa penerangan jalan, jalan pun rusak parah. Apalagi perjalanan ke dusun ini akan cuma kami berdua, bapak dan aku.

Bapak mulai menyalakan mobil kijang seken yg dibeli dari seorang pegawai BRI tanjung raja.

Di perjalanan kami tidak bercakap2. Sepertinya bapak sedang memikirkan cara bagaimana secepatnya kami bisa sampai ke dusun dan adekku segera bisa di rawat.

Sementara aku larut dalam pikiran yg berkecamuk. Kondisi yg masih mengantuk membuat aku tak dapat berpikir tenang.

Yg ada hanya ketakutan2. Apakah perjalanan kami akan aman2 saja, apakah kami bisa masuk sampai dusun. Apalagi ini musim hujan. Jalan pasti rusak.

Sampai di desa Betung (desanya bapak) kami menepikan mobil. Aku tidak tahu bapak mau apa. Karena mmg bapak tidak cerita.

"Nak, kau tinggal di mobil bae" perintah bapak
Aku mengiyakan.

Sambil menunggu aku cuma diam dan banyak memanjatkan doa smg semuanya cepat berlalu dan baik2 saja. Itu saja yg bisa kuperbuat waktu itu. Diumurku yg msh SMP tidak banyak yg bisa ku perbuat.

Dari dalam mobil yg terparkir di sisi jalan yg gelap sayup2 aku mendengar percakapan bberapa orang. Cahaya senter nampak liar menghujam ke berbagai sisi.

Ternyata bapak mengajak 3 orang. Salah seorangnya uwakku.

Dalam dalam mobil aku bisa mendengar sepertinya mereka sedang menyusun rencana.

"Klu mobil tak pacak masuk, kagi motor masuk ke dalam". Ujar salah seorang dr mereka.

Kami pun jalan beriringan. 2 motor 1 mobil.

Ketika akan masuk desa Rengas kami dikejutkan dengan tumpukan kayu yg melintang di tengah jalan. Mendadak jantungku berdebar kencang.

Masih teringat cerita2 tindak perampokan dgn cara melintangkan kayu agar kendaraan tak bisa lewat.

Bagaimana klo tiba2 kami disergap kawanan perampok yg menodongkan pistol rakitannya ke kami.

Masih terngiang diingatan waktu mamangku yg saat itu musim panen nanas di todong pisau pisau oleh 2 orang perampok yg memaksa menyerahkan seluruh harta yg mereka miliki.

Untung saja bibikku terbangun dan reflek teriak minta tolong yg membuat para perampok memilih kabur.

Huyyy.. siapo itu ?
Ngapo kamu ?

Sambil mengarahkan senter ke lingkungan sekitar. Parang juga siap apabila ada situasi yg mengancam.

Teriakan2 dari orang2 dewasa itu tak mendapatkan respon apa2. Dan ketika sdh dirasa aman tumpukan kayu itu kami pinggirkan.

Aku yg sedari tadi panik dan takut juga membantu menyingkirkan kayu.

Sampai cerita ini kutulis, setelah 23 tahun, aku juga masih belom bisa menyimpulkan motif orang melintangkan kayu tsb. Bisa jadi mmg mau merampok namun karena rombongan kami banyak akhirnya pelaku mengurungkan niatnya. Atau bisa jadi cuma orang yg iseng belaka.

Yg jelas setelah kembali melanjutkan perjalanan, aku pun tenang.

****

Kami masuk ke dusun lewat perbatasan desa rengas. Saat itu jalan ini merupakan akses utama ke dusun.

Dari pertigaan jalan utama sampai masuk dusun berjarak sekitar 3 KM. Sepanjang jalan tersebut adalah kebon karet milik warga dusun.

Akses jalan ke desa lubuk bandung memang "tekato nian" rusak parah. Kito bae kadang2 malu uyy dengan dusun laen yg jalannyo mulus.

Saat itu hanya truk yg bisa dan mobil pribadi yg tinggi yg bisa lewat. Itu pun jika tidak terprosok ke lumpur.

Uwak ku terlihat gesit bak voreder memilihkan lajur yg aman dilalui kijang kami.

Beberapa titik kubangan lumpur yg diganjal kayu bisa kami lewati. Sempat ada titik yg membuat ban mobil selip tapi bisa disiasati dgn mengganjal kayu.

Melihatnya aku jadi optimis kami bisa masuk dusun.

Saparuh perjalanan, tiba-tiba motor di depan kami berhenti.

Bapak turun dan menghampiri uwak.

"Jalan iko ancor, pecaknyo saro, makan waktu pulo, kalu kagi tak sempat"

Bapak diam sejenak. Berusaha memikirkan jalan terbaik.

"Kito 2 motor masuk kedusun, kagi si segok tinggal disiko dengan anakku nunggu mobel"

Rencananya motor 1 utk bapak, adek dan umak. Motor 1 lagi utk boncengan uwak dan mamang td.

Rombongan motor ini pun beranjak. Aku masih berdiri mmmperhatikan jalan mereka yg zig zag berusaha mencari jalan yg bisa dilalui.

Ya Allah lancarkan perjalanan mereka. Semoga tidak terperosok ke lumpur.

Kini tinggal aku berdua dgn mamang yg tadi. Karena tdk terlalu kenal aku pun tidak banyak bicara. Sesekali dia bertanya dan kujawab sekenanya.

Aku larut dalam pikiran berkecamuk betapa mencekamnya malam ini. Kami yg terpaksa berhenti ditengah perkebunan karet yg baru ditanam yg sepi dan gelap gulita. Harapanku smg malam ini cepat berlalu.

Sesekali terdengar suara brisik. Sepertinya babi hutan yg lagi makan.

*****

Di kejauhan nampak sinar cahaya yg tidak terlalu terang. Dari jalannya yg zig zag aku sdh menduga ini pasti rombongan bapak.

Aku yg dari tadi gelisah tak menentu akhirnya tenang. Aku dapati tidak ada raut kecemasan di muka bapak seperti seblumnnya. Adekku juga ku lihat normal saja. Umak juga nampak tenang.

Ternyata serangan step akibat badan panas yg sering dialami adekku sdh bisa ditangani dengan tritmen2 seadanya.

Kompres dgn air es ternyata masih ampuh menyelmatkan jiwa adekku.

Tidak terbanyangkan disaat kondisi darurat dan butuh pertolongan segera namun terhambat karena kondisi jalan yg rusak parah.

Taruhannya nyawa. Maka kadang2 benar adagium "orang miskin di larang sakit"


Kami pun kembali ke rumah di cinta manis. Setelah sebelumnya berhenti di desa betung. Mengucapkan terimakasih banyak atas bantuan uwak dan mamng2 tadi.

Bagaimana nasib jalan itu kini ?

****

Mudik 2007, 2009, 2012, 2014, 2018, 2020

Tahun 2002 aku melanjutkan studi ke jogja. Kuliah di sebuah kampus yg bayaran semesternya paling murah dibandingkan kampus2 lainnya, baik di dunia maupun akhirat.

Kampus yg jika SPP naik 25 rb akan terjadi peristiwa revolusi membara di kampus. Para senior sepertinya tak sudi jika calon2 adik kelas mereka tidak mampu kuliah nantinya.

Ya itulah UIN Sunan Kalijaga. Sebuah kampus yang sangat merakyat, proletar. Tempat membuat orang kampungq kuliah bukan lagi mimpi.

Mirip selogan lama maskapai air asia "now everyone can fly" klo ini "now everyone can study".

Kampus ini lah yg menggembleng mahasiswanya agar peduli kepada yg lain. Dan ini telah merasuk secara alamiah ke dalam sanubari mahasiswanya.

Ehh kembali ke desa lubuk bandung. Kondisi desa lubuk bandung dari tahun ke tahun tak banyak berubah.

Akhir tahun 2020 kemarin sy mudik ke dusun utk menengok keluarga dan ziarah ke makam bapak.

Paling gampang menilainya dari akses jelan desa. Jalan utama dari utara yg horor yg saya lalui 23 tahun silam sudah beberapa tahun ini tidak lagi digunakan masyarakat.

Kini jalan tersebut membusuk seiring tidak tersentuh pembangunan sama sekali. Ia telah menjadi kenangan yg hanya akan menjadi beban perangkat desa yang sepertinya sudah kehilangan harapan.

Klo ada pilihan, mungkin lebih bagus dijadikan lahan kebon karet milik desa. Lebih produktif dan jelas menghasilkan ketimbang angker. Lumayan 6m x 3 km berapa batang pohon karet yg bisa ditanam.

Akses jalan utama kini lewat barat, arah payaraman. Jalan inilah yg sehari2 digunkan masyarakat utk keluar masuk desa. Jalan ini bertambah ramai ketika hari kalangan tiba. Masyarakat masih ikut kalangan di desa tetangga karena pedagangnya lebih banyak. Sekrang sdh ada kalangan di dusun, tapi sederhana sekali.

Waktu mudik tahun 2007 silam jalan ini sempat bagus. Jalan diaspal walaupun kasar. Sepertinya hanya koral yg disiram aspal. Tipis sekali.

Tapi warga desa sudah senang karena desa meraka turut merasakan adanya pembangunan. Senang karena pemerintah daerah ingat sama mereka.

Kualitas pembangunan jalan yg rendah dan tak pernah lagi tersentuh perawatan, membuat jalan ini pun rusak sampai saat ini.

Beberapa kali bupati berganti, namun nasib jalan tetap sama.

Apakah karena jumlah mata pilih yang kecil sehingga tidak menarik bagi politisi?

Apakah karena bukan jalan lintas antar desa sehingga kesulitan2 warga desa diabaikan.

Perangkat desa bukan tidak ada inisiatif. Beberapa kali permohonan diajukan tapi belum ada tindak lanjutnya.

Masyarakat desa beberapa kali gotong royong swadaya mmeperbaiki. Namun sebatas membuat aliran sehingga air tidak menggenang sehingga kubangan semakin dalam.

Cerita ini tidak utk menyerang pihak2 yg seharusnya punya tanggung jawab. Karena mmg msyarakat berhak mendapatkan akses jalan yang baik. Dimana pun ia berada.



Comments